Bunda…
Kulitmu dingin dibekap hujan
Punggungmu panas tersengat terik…
Dalam panggung trotoar jalan
Bundaku…
Kau terasing dalam pentas harian
Dirimu membanting dalam kertas tuntutan…
Pada drama pinggiran jalan
Satu, dua, tiga, empat, lima, hingga ratusan
Dalam nominal, lembaranlembaran yang melecek
Tiada lelah…
Keriputmu adalah perjuangan…
Legammu adalah pengorbanan…
Yang dulu halus, terlihat menua kini
Tanpa lelah…
Menggenggam hari
Membungkus asa dan mimpi, bersama anemia-mu
Di sana, ia tinggalkan masa lalunya…
Sendiri berjuang sedari masa lalunya…
Menuntunku dari hingarnya hawa nafsu
Untuk sekedar asa-nya, untukku…
Bunda…
Di sana…
Di panggung trotoar jalan…
Pada drama pinggiran jalan…
Di antara irama debu berterbangan
Bundaku…
Masih di sana…
Di atas panggung trotoar jalan…
Dalam drama pinggiran jalan…
Menyeka peluh…
Mengusap dada…
-23.49-
Untuk ibuku
Tidak ada komentar:
Posting Komentar